Wednesday, June 06, 2018

Ramadhan 1439 H

Udah bertahun-tahun ga ikutan tarawih berjamaah di Masjid dekat rumah.
Masjid paling dekat rumah, yang di Gg. Kopral.
Yang cuma 5 menit jalan kaki.
Biasanya, dulu, kalo tarawih, pasti ke Masjid Jl. Cipto.
Yang lebih besar. Lebih rame. Tapi lebih jauh.
15 menit jalan kaki.

Kapan ya, terakhir sholat disini.
Ga ingat.
Kayaknya dulu pernah sih disini.
Setelah marbot Masjid Jl. Cipto ganti sama sekelompok orang bersorban.
Tarawih yang tadinya 11 rakaat jadi 23 rakaat.
Trus agak beda aja sama yang dulu-dulu.
Sejak itu, kalo ga salah, udah jarang sholat disana.


Selalu suka tarawih di Siantar.
11 rakaat tapi sering ada ceramah-ceramah singkat diantara isya dan tarawih.
Sholatnya santai, ga buru-buru kayak dulu di Bogor waktu S1.
Bilal nya juga enak didengar.
Bacaannya lebih lengkap, dibanding di Bogor, ataupun di Jakarta.
Dari dulu selalu suka sama bilal tarawih.
Malah dulu semangat banget tarawih di Jl. Cipto kerna bilalnya.
Hahaha. Receh.


Semalam, topik ceramahnya tentang doa.
10 menit. Sederhana.
Bahwa doa ga selalu diijabah secara langsung, tapi bisa jadi dijawab melalui hal lain.
Bapaknya juga mengingatkan kalo berdoa yang positif-positif.
Walaupun benci sama orang, bukan berarti lantas mendoakan yang buruk-buruk untuk orang tersebut.
Termasuk dalam konteks lebih besar.
Suka sama suara lembut Bapak ustadz nya.
Suka juga sama topiknya.


Jadi keingat, beberapa malam lalu, Ibunya temen dengerin ceramah dari laptop sambil kerja di meja makan.
Ntah dari youtube atau dari mana, ku lagi bantuin masak di dapur.
Jadilah ikutan denger itu ceramah.
Ga yakin apa memang kebetulan topiknya begitu, atau memang kebetulan lagi dengerin ustadz yang memang ahli di topik ini.
Intinya dari sebagian ceramah yang terdengar, isinya membandingkan antara Islam dan Kristen.
Berat. Bahkan membahas mengenai 'Allah' dan 'Tuhan'.
Perbedaan konteksnya dalam Islam dan Kristen.
Dan, ntah ini subjektif pribadi atau gimana, sangat menekankan bahwa 'this one is right and that one is wrong'.
Dengan agak sedikit bersemangat.
Bahkan, menganjurkan pendengar untuk mencoba mengajak umat non-Muslim berdiskusi, termasuk mengenai topik tadi.
Beliau bilang agar saling memahami ajaran masing-masing.


Sebenarnya dari awal dengerin ceramahnya, udah ngerasa super gregetan.
Gregetan aja, sama tipe-tipe ceramah yang secara halus menebar kebencian model gini.
Ya buat apa sih ngebanding-bandingin.
Kenapa ga fokus di mengingatkan untuk berbuat kebaikan aja.
... and I'm fully aware that this is fully my own subjective.
Yah, mungkin memang beda audiens dan beda acara kali ya, jadi beda konteksnya.
Mbuh lah.

Paling kaget ketika dengar Bapaknya justru mengajurkan untuk mengajak diskusi.
'Wah, this is totally the opposite dari apa yang diajarkan guru agama dulu'
Dulu, guru agama, ataupun murobbiyah, menekankan banget untuk ga 'sok tau' soal agama,
terlebih ke penganut agama lain, kalo memang masih belum menguasai dengan benar.
Khawatir malah menyampaikan hal yang salah.
Hmm..
Yaudah, gitu aja.


Annyeong.
Share: