Wednesday, April 11, 2018

Pathetic



Pernah ga sih, ngerasa ga siap sama sesuatu yang baru?
Mungkin, mostly semua orang bakal ngerasa hal yang sama ya.
Kayaknya ini alasan paling besar kenapa akhir-akhir ini rasanya demotivated gitu buat ngelamar kerja.
Kerna emotionally belum siap untuk terjun ke dunia kerja.
Terlebih lagi, lowongan kerja yang menarik perhatian juga bisa dihitung pake jari.
Apalagi lowongan yang akunya qualified..#sigh #meratapinasib


Sebenernya sih, dulu sempat berketetapan kalo mau santai-santai dulu aja abis lulus.
More or less 3 bulan ga mau kerja dulu gitu.
Tapi kan tetap aja ya, nyari kerjanya mesti dari sekarang.
Mana uang semakin menipis, banyak pengeluaran tak terduga, yang jauh di luar perencanaan.
Budget yang dengan susah payah disisihkan disela-sela memenuhi hasrat jalan-jalan ternyata umurnya ga panjang.
Ah, sedih..
Saatnya kembali ke realita kehidupan.


Kata orang, semua tergantung pilihan.
Ya sih..
Dari dulu juga begitu, ga cuma sekarang kan.
Tapi ntah kenapa yang sekarang ini rasanya memilih salah satu jadi jauh lebih berat.
2-3 tahun lalu, sering kali pilihan masih dibumbui ego.
Sekarang, bahkan untuk egois pun susah.
Saat idealisme dihadapkan dengan materi..


Bicara soal materi, 2 hari lalu, sempat merasa tercekat di jalan pulang ke kosan.
Sore itu panas dan gerah. Jalan berdua bareng noya, tanpa banyak ngobrol.
Lagi galau mikirin semua pengeluaran di luar dugaan, juga mikirin gimana caranya berhemat untuk ke depan.
Mikirin beli apa buat makan malam, sambil berusaha keras menahan diri buat ga jajan minuman dingin.

Di depan terlihat seorang Bapak berjalan dengan kaki, maaf, pincang.
Kaki kanannya lebih kecil dari kaki kiri.
Bajunya lusuh, tanpa barang bawaan apapun.

Kami berjalan beberapa langkah di belakang Bapak tersebut.
Tak jauh di depan terlihat seorang Bapak tua duduk di pinggiran trotoar sambil memegang mangkuk plastik kecil di depannya.
Jujur waktu itu aku ga terlalu memperhatikan Bapak tua ini.
Karena di sepanjang trotoar yang kami jalani banyak orang duduk sambil menjual barang dagangannya.

Kejadian itu berlangsung kurang dari 5 detik.
Tanpa aku duga, Bapak di depan kami berhenti, merogoh kantung celananya, lalu menjatuhkan sejumlah uang (ntah itu kertas atau koin), ke mangkuk Bapak tua tadi, lalu kemudian melanjutkan jalan.

Aku merasakan gelombang perasaan yang aneh selama sepersekian detik.
Namun karena momentum langkah kami, aku hanya dapat terus berjalan sambil melirik ke Bapak tua tadi, lalu memandang kosong ke Bapak di depan kami.

....... Saat itu juga aku merasa diri ini sangat kecil dan menyedihkan.


Entah apa yang ada di pikiran Bapak tersebut ketika dia menyerahkan uangnya,
yang mungkin akan sangat berharga untuk keperluan hidupnya yang lain, ke Bapak tua tadi.


Atau, mungkin harusnya pertanyaan di atas dirubah.
... Entah apa yang aku pikirkan selama ini sehingga bisa menjadi pribadi yang semenyedihkan ini.
Share:

0 comments: